Angka Kekerasan Terhadap Anak Tinggi di Masa Pandemi, Kemen PPPA Sosialisasikan Protokol Perlindungan Anak

Angka Kekerasan Terhadap Anak Tinggi di Masa Pandemi, Kemen PPPA Sosialisasikan Protokol Perlindungan Anak


Jakarta - Pada awal Mei 2020, Pemerintah telah meluncurkan protokol perlindungan anak lintas sektor dalam percepatan penanganan Covid-19 untuk mengoptimalkan upaya mencegah penularan Covid-19 khususnya terhadap anak sebagai kelompok rentan. Hal ini bertujuan agar anak tetap terlindungi dan terpenuhi hak-haknya di masa pandemi.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar dalam sambutannya mengatakan, Protokol lintas sektor ini  menjadi bahan rekomendasi pedoman kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat dan Daerah terkait upaya-upaya perlindungan hak anak dalam berbagai kebijakan dan kegiatan penanganan covid-19 serta sudah dipublikasikan di website Covid-19.go.id. Hingga hari ini, sosialisasi sudah kami lakukan di 34 provinsi. Anak merupakan kelompok rentan dalam masa pandemi. Banyak diantaranya yang butuh perlindungan khusus, seperti anak dalam kemiskinan, anak di lembaga pengasuhan, anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan lain-lain. Kami harap melalui pertemuan ini, kita bisa saling menginformasikan dan mencari jalan keluar terkait persoalan dalam perlindungan anak dan pemenuhan hak anak. Webinar Sosialisasi Protokol Lintas Sektor untuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dalam Situasi Pandemi Covid-19 Wilayah Sulawesi, NTB, dan Papua. Jakarta, Selasa (23/6/2020)..

Nahar menuturkan, kondisi rumah tangga juga rentan di masa pandemi ini. Hal tersebut disebabkan karena banyak anggota keluarga yang harus tinggal di rumah dalam waktu lama. Belum lagi masalah ekonomi akibat kehilangan penghasilan dan persoalan lainnya. Untuk itu, ada 6 intervensi terhadap rumah tangga rentan yang penting untuk dilakukan, meliputi petakan sumber daya, perkuat layanan inti, memperluas pengasuhan alternatif, mencegah stigma dan diskriminasi, dukungan psikososial, dan menangani kekerasan dalam rumah tangga.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi.

“Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi  3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi. Oleh karena itu dalam menghadapi new normal ini, kita harus pastikan angka ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi Covid-19,” jelas Valentina.

Valentina mengatakan, upaya Kemen PPPA untuk mencegah penularan paparan Covid-19, yaitu menyebarluaskan materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait perlindungan anak dari bahaya paparan Covid-19, Mengarahkan dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk  memanfaatkan sarana 386 Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (Molin) di 34 provinsi sebagai sarana edukasi pencegahan covid-19 serta sebagai media untuk menyosialisasikan pencegahan keterpaparan anak dari Covid-19. Selain itu, memastikan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dapat dilakukan lebih intens lagi.

Terkait upaya penanganan anak terpapar Covid-19, Kemen PPPA membentuk Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) 119 ext 8 bagi perempuan dan anak yang membutuhkan layanan edukasi, konsultasi, dan pendampingan. Hingga 15 Juni 2020, telah masuk 8.842 aduan ke layanan ini. Mayoritas aduan disampaikan para perempuan yang memerlukan layanan pendampingan anak atau perempuan korban kekerasan.

Untuk menindaklanjuti banyaknya aduan yang masuk, Kemen PPPA akan mengaktifkan kembali Telepon Sahabat Anak (TESA) 129. Layanan ini akan terbagi menjadi 2 ext. khusus untuk memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak, serta terhubung ke seluruh provinsi. Selain itu, terkait upaya penanganan lainnya, Kemen PPPA juga memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik untuk anak rentan.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Ciput Eka Purwanti mengungkapkan Sulawesi Selatan, Papua, dan NTB masuk ke dalam 10 besar provinsi dengan jumlah anak terinfeksi dan dinyatakan positif Covid-19 tertinggi.

“Kami harap kondisi ini bisa menjadi perhatian Dinas PPPA, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lainnya untuk mulai melakukan asesmen kerentanan keluarga penduduk dengan status ODP dan PDP serta melakukan pendataan sesuai protokol perlindungan anak, yang tentunya dengan menjamin kerahasiaan informasi anak,” ungkap Ciput.

Ciput menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi tim dalam menangani masalah ini, terutama terkait pengumpulan data, bagaimana memetakan kondisi keluarga dan anak. Pentingnya peran berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, hingga media massa dalam mengawal masalah ini. Ada code of conduct bekerja dengan anak yang harus dipatuhi, yaitu menjaga kerahasiaan data anak.

Kepala Sub Direktorat Pendidikan dan Pengentasan Anak, Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kemenkumham, Tuti Nurhayati mengungkapkan, Kementerian Hukum dan HAM telah memberikan asimilasi di rumah dan integrasi kepada 39.420 narapidana dan anak di seluruh Indonesia (Data SDP DITJENPAS, 14 Mei 2020). Sedangkan sebanyak 992 anak di LPKA, Lapas, dan Rutan telah mendapat asimilasi rumah dan integrasi per 15 Juni 2020. Angka tersebut meliputi 940 anak mendapat asimilasi rumah, 18 anak mendapatkan pembebasan bersyarat (PB), 25 anak mendapatkan cuti bersyarat (CB), 9 anak mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB) (Sumber data : SMS lap dan datin Ditjenpas).

 “Sangatlah penting jika semua pihak, baik di lintas kementerian maupun masyarakat dapat memperhatikan kebutuhan anak sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam tindak kejahatan yang sama. Perlu diperhatikan pentingnya kebutuhan dasar, pengasuhan memberikan kasih sayang kelekatan sehingga anak merasa diterima dan dapat berbaur dengan masyarakat lainnya,” jelas Tuti.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi menyampaikan, seluruh pihak harus ikut memastikan anak mendapat pengasuhan orangtua atau keluarganya sendiri dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Jika hal lain terjadi, misalnya pada anak terlantar, anak korban bencana, korban kekerasan, maka harus ada pengasuhan alternatif yang diberikan, baik oleh orangtua asuh, wali, orangtua angkat, dan panti asuhan sebagai pilihan terakhir.

“Jika melihat data SIMFONI PPA, kasus kekerasan anak semakin meningkat. Ini berarti masih banyak pihak yang belum paham akan pentingnya pengasuhan. Melalui acara ini kita bisa memahami tugas untuk memberikan pengasuhan dalam keluarga sehingga hak anak dapat terpenuhi, terwujudnya kesejahteraan berkelanjutan, ada status hukum yang jelas dan tidak hanya memenuhi materi tapi juga kasih sayang bagi anak. Ini semua dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak terutama pada masa pandemi ini,” tutur Kanya.

Webinar hari ini khusus diselenggarakan untuk menyosialisasikan 4 protokol perlindungan anak kepada provinsi di wilayah timur, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua dan Papua Barat. Adapun 4 protokol yang disosialisasikan dalam acara hari ini, yaitu Protokol Tata Kelola Data Anak; Protokol Pengasuhan Bagi Anak Tanpa Gejala, Anak Dalam Pemantauan, Pasien Anak Dalam Pengawasan, Kasus Konfirmasi, dan Anak Dengan Orangtua/ Pengasuh/ Wali Berstatus Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Kasus Konfirmasi, dan Orangtua yang Meninggal Karena Covid-19; Protokol Pengeluaran dan Pembebasan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi, Pembebasan Tahanan, Penangguhan Penahanan dan Bebas Murni; dan Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam Situasi Pandemi Covid-19.(Guffe).

0 komentar:

Posting Komentar

 

SEL SURYA

SEL SURYA