Dalam sambutannya, Adhyaksa menegaskan, bahwa aspek nasionalis dan religius sangat penting dalam mengaplikasikan revolusi mental ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, selain dunia, akhirat juga harus diutamakan.
"Untuk mental, karena revolusi mental itu menurut saya jalan kembali ke nasionalis religius ajaran agama masing-masing, supaya mentalnya kuat, supaya orientasinya jelas ke kehidupan bangsa dan bernegara, dan kehidpan akhirat,� tegas Adhyaksa.
Mantan Menpora ini menambahkan, Pramuka merupakan wadah yang tepat untuk melakukan revolusi mental generasi muda karena menjadi ekstrakurikuler yang wajib, revolusi mental ini harus dibarengi dengan revolusi sistem.
�Bagi Gerakan Pramuka revolusi mental dan revolusi sistem adalah dua hal yang berjalin berkelindan, akreditasi dan pendataan ulang adalah bagian dari revolusi sistemik Pramuka,� tegasnya.
Makanya, dia menargetkan pada 2018 seluruh gugus depan (gudep) yang tersebar di seluruh Indonesia sudah terakreditasi. Pada tahun 2015 akreditasi 50 persen , tahun 2016 akreditasi 50 persen, 2017 akreditasi 70 persen. �2018 akreditasi 100 persen,� cetus dia.
Dengan adanya akreditasi akan terjadi peningkatan kualitas gudep, gudep merupakan ujung tombak Gerakan Pramuka yang menjadi tempat berkumpul dan berlatih para anggota muda baik Pramuka Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega. �Dari sinilah pendidikan kepramukaan membentuk mental generasi muda Indonesia berawal,� ucap Adhyaksa.
Kedepannya, Adhyaksa berharap pembina gudep di sekolah akan bertanggung jawab atas gudep terakreditasi. Dalam konteks ini pembina gudep akan bekerjasama dengan sekolah dan madrasah. �Selain Gudep biasa ini juga berlaku bagi gudep Sako (Satuan Komunitas) yakni satuan organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan yang berbasis antara lain profesi, aspirasi dan agama,� jelas dia.