Indonesia Mendorong Penguatan Kapasitas Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana di Sidang Internasional di Jenewa
“Di negara kepulauan seperti Indonesia, ketangguhan terhadap bencana di tingkat nasional sama pentingnya dengan ketangguhan di tingkat daerah. Karenanya, penguatan mekanisme pengurangan risiko bencana di daerah dengan program berbasis masyarakat menjadi faktor penting penguatan kapasitas di tingkat nasional,” demikian disampaikan Syamsul Maarif, Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana di sesi Official Plenary Statements Sidang ke-4 Global Platform for Disaster Risk Reduction (GP DRR). Pertemuan tersebut berlangsung di Jenewa, pada tanggal 19-24 Mei 2013.
Sesuai dengan tema pertemuan yaitu resilient people, resilient planet, Kepala BNPB menyampaikan kembali komitmen tinggi Indonesia dalam memperdalam dan memperkuat segala aspek Disaster Risk Reduction, seperti melalui P4 (Public, Private, People Partnership), disaster resilient village programs, dan local government self-assessment tool for disaster resilient.
“Sebagai negara rawan bencana, Indonesia memiliki berbagai pengalaman dalam upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana yang dapat dimanfaatkan masyarakat internasional sebagai lesson learnt dan best practice. Upaya pengarusutamaan bencana dalam program pembangunan nasional, penyusunan Rencana Aksi Nasional, upaya peningkatan kesadaran dan pelibatan masyarakat seperti Desa Siaga dan Pesisir Siaga, serta peningkatan kapasitas mekanisme bencana daerah merupakan contoh upaya Indonesia dalam menerapkan mandat Hyogo Framework for Action dan dalam penyusunan Hyogo Framework for Action II pasca 2015,” demikian ditambahkan Kepala BNPB.
Indonesia merupakan salah satu negara terkemuka dalam upaya pengurangan bencana di tingkat international. Penganugerahan Global Champion PBB kepada Presiden SBY dalam kesempatan pertemuan ke-3 tahun 2011 dan penyelenggaraan 5th Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction, pada bulan Oktober 2012 di Yogyakarta merupakan pengakuan masyarakat internasional terhadap kesungguhan komitmen dan upaya Indonesia dalam pengurangan bencana tidak hanya di tingkat nasional namun juga tingkat regional dan global.
Delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut dipimpin langsung Kepala BNPB dan beranggotakan pemangku kepentingan penanggulangan bencana di tanah air, termasuk unsur pemerintah pusat dan daerah, akademisi, dunia usaha, BUMN, LSM dan platform nasional penanggulangan bencana serta penyandang disabilitas anak. Delegasi Indonesia telah berpartisipasi aktif di berbagai sesi pertemuan termasuk sebagai nara sumber.
Kepala BNPB juga secara khusus telah diundang dalam High-Level Dialogue Session yang dihadiri sekitar 40 pejabat setingkat menteri, pejabat PBB, dan kalangan CEO perusahaan multinasional, yang menghasilkan suatu komunike bersama menegaskan komitmen politis mengenai sentralitas masalah penanganan bencana dalam agenda pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, Dr. Syamsul Maarif juga telah mengadakan pertemuan bilateral dengan Special Representative of the UN Secretary-General for Disaster Risk Reduction, Ms. Margareta Wahlstrom, dan mitra kerja seperti Menteri Pertahanan Maldives, Mohamed Nazem, dan Menteri Pertahanan Sipil Selandia Baru, Nikki Kaye.
Pertemuan keempat dan dihadiri lebih dari 4000 partisipan dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, parlemen, swasta dan masyarakat sipil dari 160 negara. Pertemuan merupakan forum berkala dua tahunan yang membahas implementasi Hyogo Framework for Action. Pertemuan ini akan menjadi perhelatan terbesar para pemangku kepentingan DRR sebelum World Conference on Disaster Risk Reduction di Jepang pada awal tahun 2015, yang diharapkan akan menyepakati Hyogo Framework for Action on Disaster Risk Reduction pasca 2015 (HFA2). Dengan demikian, Sesi ke-4 GPDRR ini secara substantif diharapkan dapat menghasilkan dokumen dasar HFA2, yang terfokus pada penegasan kembali komitmen negara-negara dan pemangku kepentingan lainnya, serta identifikasi action-oriented measures upaya pengurangan risiko bencana pasca 2015 dengan indikator yang terukur.
Pertemuan akan menyepakati tiga outcome penting yaitu Komunike High Level Dialogue, laporan pertemuan dan Chair’s Summary. Benang merah yang dapat ditarik dari outcome tersebut ialah terdapatnya komitmen yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan untuk menjadikan penanggulangan bencana sebagai prioritas. Upaya penanggulangan bencana dilihat sebagai investasi bagi masa depan yang lebih baik berbagai pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta.
0 komentar:
Posting Komentar