Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana yang kelima (Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR) di Yogyakarta, Indonesia pada 22-25 Oktober 2012.
Lebih dari 1.200 partisipan termasuk 49 pejabat setingkat menteri dan delegasi tingkat tinggi dari Asia akan berkumpul di Yogyakarta, Indonesia.
Pembahasan dampak dan kerugian bencana di seluruh wilayah akan menjadi agenda utama, kata Kepala Pusat Data, InformasidanHumas BNPB SutopoPurwoNugroho,.
Menurut Sutopo, tahun 2011 lalu negara-negara Asia mendominasi daftar negara-negara yang terkena dampak bencana paling tinggi di dunia. Misalnya Filipina yang berada di peringkat tertinggi dengan 33 laporan bencana besar, diikuti oleh China yang melaporkan 22 bencana.
Dari total 302 bencanabesar, 137 bencana terjadi di Asia dan mengakibatkan kerugian ekonomi lebih dari 294 miliar dolar AS dari total estimasi 366 miliardolar AS.
Peristiwa bencana banjir yang luas telah mengganggu penghidupan jutaan penduduk, terutama di Thailand, Filipina, Pakistan, dan China serta Indonesia sendiri.
Konferensise-Asia tersebut adalah pertemuan pertama para pejabat setingkat menteri untuk mempertimbangkan kelanjutan dari persetujuan dunia yang komprehensif dalam pengurangan risiko bencana, ujarSutopo.
Dijelaskan oleh Sutopo bahwa kesepakatan yang dituangkan dalam Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action(HFA) 2005-2015 itu mempunyai semangat “Membangun Ketangguhan Bangsa-bangsa dan Komunitas-komunitas dalam Kebencanaan”, yang mulai berlaku setelah tsunami 2004 melanda kawasan Asia.
Konferens itersebut akan membahas bagaimana meningkatkan aksi di tingkat local dan mendiskusikan persetujuan pasca 2015 yang baru berdasarkan pembelajaran di sejumlah wilayah hingga kini.
Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menerima Global Champion untuk Pengurangan Risiko Bencana di bulan November 2011 oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, direncanakan akan secara resmi membuka Konferensi, yang diselenggarakan bersama oleh UN Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia, kata Sutopo.
Sementara Margareta Wahlstrom, Kepaladari UNISDR, mengatakan, banyak dari semangat dan inspirasi untuk persetujuan pengurangan risiko bencana yang pertama kali di dunia diterima secara universal.
Kerangka Aksi Hyogo, berasaldari Asia. Persetujuan tersebut ditandatangani, diperdebatkan, dan disetujui sebagai tanggapan dari pengalaman tragisdari tsunami Asia.
Banyak negara di kawasan ini menunjukkan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka kematian dari bencana akibat cuaca.
Namun semuanya masih berjuang dengan kerugian ekonomi dan dampak pada lapangan pekerjaan, perumahan dan tempat tinggal, industri, pendidikan dan kesehatan.Kemajuan yang nyata dalam penurunan angka kemiskinan tergantung pada pembangunan ketangguhan menghadapi bencana.
Konferensi ini adalah sebuah kesempatan membuat sumbangan yang berarti untuk pengembangan kerang kapengurangan risiko bencana pasca-2015 dan memastikan bahwa selamakit aterus melaksanakan HFA kita memiliki dampak yang nyata dalam mengurangi kerugian dan membangun ketangguhan menghadapi bencana di tingkat daerah, kata Margareta.
Konferensi Tingkat Menteri se-Asia ke-5 ini akan membahas tiga tema utama yakni, mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat local dan mengadaptasikan perubahan iklim terencana pembangunan nasional; mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan; dan memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.
Indonesia adalah Negara tuan rumah yang kelima untuk Konferensi Para Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana setelah Beijing, Republik Cina (2005); New Delhi, India (2007); Kuala Lumpur, Malaysia (2008); dan Incheon, Republik Korea (2010).
Lebih dari 1.200 partisipan termasuk 49 pejabat setingkat menteri dan delegasi tingkat tinggi dari Asia akan berkumpul di Yogyakarta, Indonesia.
Pembahasan dampak dan kerugian bencana di seluruh wilayah akan menjadi agenda utama, kata Kepala Pusat Data, InformasidanHumas BNPB SutopoPurwoNugroho,.
Menurut Sutopo, tahun 2011 lalu negara-negara Asia mendominasi daftar negara-negara yang terkena dampak bencana paling tinggi di dunia. Misalnya Filipina yang berada di peringkat tertinggi dengan 33 laporan bencana besar, diikuti oleh China yang melaporkan 22 bencana.
Dari total 302 bencanabesar, 137 bencana terjadi di Asia dan mengakibatkan kerugian ekonomi lebih dari 294 miliar dolar AS dari total estimasi 366 miliardolar AS.
Peristiwa bencana banjir yang luas telah mengganggu penghidupan jutaan penduduk, terutama di Thailand, Filipina, Pakistan, dan China serta Indonesia sendiri.
Konferensise-Asia tersebut adalah pertemuan pertama para pejabat setingkat menteri untuk mempertimbangkan kelanjutan dari persetujuan dunia yang komprehensif dalam pengurangan risiko bencana, ujarSutopo.
Dijelaskan oleh Sutopo bahwa kesepakatan yang dituangkan dalam Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action(HFA) 2005-2015 itu mempunyai semangat “Membangun Ketangguhan Bangsa-bangsa dan Komunitas-komunitas dalam Kebencanaan”, yang mulai berlaku setelah tsunami 2004 melanda kawasan Asia.
Konferens itersebut akan membahas bagaimana meningkatkan aksi di tingkat local dan mendiskusikan persetujuan pasca 2015 yang baru berdasarkan pembelajaran di sejumlah wilayah hingga kini.
Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menerima Global Champion untuk Pengurangan Risiko Bencana di bulan November 2011 oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, direncanakan akan secara resmi membuka Konferensi, yang diselenggarakan bersama oleh UN Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia, kata Sutopo.
Sementara Margareta Wahlstrom, Kepaladari UNISDR, mengatakan, banyak dari semangat dan inspirasi untuk persetujuan pengurangan risiko bencana yang pertama kali di dunia diterima secara universal.
Kerangka Aksi Hyogo, berasaldari Asia. Persetujuan tersebut ditandatangani, diperdebatkan, dan disetujui sebagai tanggapan dari pengalaman tragisdari tsunami Asia.
Banyak negara di kawasan ini menunjukkan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka kematian dari bencana akibat cuaca.
Namun semuanya masih berjuang dengan kerugian ekonomi dan dampak pada lapangan pekerjaan, perumahan dan tempat tinggal, industri, pendidikan dan kesehatan.Kemajuan yang nyata dalam penurunan angka kemiskinan tergantung pada pembangunan ketangguhan menghadapi bencana.
Konferensi ini adalah sebuah kesempatan membuat sumbangan yang berarti untuk pengembangan kerang kapengurangan risiko bencana pasca-2015 dan memastikan bahwa selamakit aterus melaksanakan HFA kita memiliki dampak yang nyata dalam mengurangi kerugian dan membangun ketangguhan menghadapi bencana di tingkat daerah, kata Margareta.
Konferensi Tingkat Menteri se-Asia ke-5 ini akan membahas tiga tema utama yakni, mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di tingkat local dan mengadaptasikan perubahan iklim terencana pembangunan nasional; mengkaji risiko di daerah dan pembiayaan; dan memperkuat tata kelola risiko daerah dan kemitraan.
Indonesia adalah Negara tuan rumah yang kelima untuk Konferensi Para Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana setelah Beijing, Republik Cina (2005); New Delhi, India (2007); Kuala Lumpur, Malaysia (2008); dan Incheon, Republik Korea (2010).
0 komentar:
Posting Komentar