Optimalisasi Peran Masjid Masa Kini

DALAM beberapa tahun terakhir ini. kita menyaksikan semangat umat begitu besar dalam membangun masjid. Bahkan masjid dan mushalla hampir ada di setiap tempat, tidak terkecuali di kawasan perkantoran, bisnis, pendidikan, tempat pelayanan umum dan wisata.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat." tercatat ada 700 ribu masjid dan mushalla yang tersebar di seluruh penjuruh tanah air. Jumlah ini merupakan yang terbesar di dunia atau setara dengan total jumlah keseluruhan masjid yang terbentang dari kawasan Magh-ribi di bagian barat Afrika hingga Bangla-desh di sebelah timurnya.

Pertumbuhan pesat jumlah masjid dan mushalla ini bernilai positif karena setidaknya mencerminkan kecenderungan menguatnya kesadaran religius dan semangat keberagamaan di kalangan umat Islam.
Penyempitan Makna Masjid

Sayangnya dari jumlah yang besar ini, masjid hanya difungsikan sebagai tempat sujud, tempat ibadah mahdhah saja, seperti shalat, zikir dan itikaf. Dalam pandangan Dr. KH. Miftah Farid, ketua MUI Jawa Barat, fungsi seperti itu menunjukkan bahwa masjid hanya dimaknakan secara sempit. Padahal masjid itu selain dipergunakan untuk ibadah kepada Allah juga dapat difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa sosial, politik, ekonomi, ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya.

Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus pada usaha pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik untuk memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allah dalam Al Quran, hingga saal ini masih relatif terabaikan.

Pandangan Miflah Farid ini sejalan dengan hasil survei Litbang Republika tahun 2009 terkait dengan fungsi masjid. Survei tersebut menunjukkan bahwa 83, 5 persen dari 1.307 responden menyatakan masjid bukan hanya tempat ibadah. Bahkan, sebanyak 84,2 persen responden memandang sangat perlu masjid digunakan sebagai tempat kegiatan non-keagamaan, seperti pusat kebudayaan, ekonomi, sosial dan pendidikan.
Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi

fungsi masjid, baik pada tingkat Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapal bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

Sebab kehadiran masjid di tengah-tengah kehidupan masyarakat dapat memberi inspirasi sosial yang tidak sederhana. Misalnya pertemuan ritual yang dilakukan setiap kali melaksanakan shalat dapat membangun kedekatan sosial untuk saling menumbuhkan semangat solidaritas yang sangat tinggi.
Dalam situasi apapun, idealnya masjid dapal dijadikan pusat kegiatan masyarakat untuk berusaha mewujudkan tatanan sosial yang kbih baik. Jika selama ini pusat pembinaan masyarakat masih terpusat dilem-baga-k-mbaga formal seperti sekolah dan madrasah, maka bagi masyarakat sekarang harus juga dikembangkan lembaga kemas-jidan sebagai salah satu alternatif pembinaan umat dan bahkan bangsa secara keseluruhan.

Isyarat teologis yang menyatakan bahwa masjid liu adalah Rumah Tuhan sesungguhnya memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok pemiliknya, lapi merupakan gambaran ko-lcktifitas yang terikat pada semangat ketuhanan yang universal. Ia harus tumbuh memancarkan semangat kebersamaan yang tumbuh melalui proses interaksi sosial secara alamiah.
Fungsi Masjid Sesungguhnya

Ismail Raji Al Faruqi pernah menegaskan bahwa masjid bukan sekedar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya, tetapi memiliki beragam fungsi. Menurut pakar kebudayaan Islam asal Palestina itu, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi hanya sebagai tempat ritual murni (ibadah mahdah seperti shalat dan itikaf. Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer dan bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan..
Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keummatan. Baik untuk kegiatan pendidikan yakni tempat pembinaan dan pembentukan karakter
sahabat maupun aspek-aspek lainnya termasuk politik, strategi perang hingga pada bidang ekonomi, hukum, sosial dan budaya.

Pendek kata, masjid difungsikan selain sebagai pusat kegiatan ibadah rilual juga dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah muamalah yang bersifat sosial.

Pola pembinaan umat yang dilakukan Rasulullah yang berbasis di masjid hingga kini diikuti oleh pengurus dan pengelola masjid di seluruh dunia, termasuk di tanah air. Masjid difungsikan menjadi dua fungsi pusat ibadah ritual dan pusat kegiatan umat (Islamic Center).

Di era kebangkitan umat saat ini. fungsi dan peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi dan peran masjid dalam memanajemen potensi umat.(Suryo AB/AlTasamuh-2003).
Pertama. Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Saal ini sumber daya manusia menjadi salah satu ikon penting dari proses peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan.

Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pu-sal pembelajaran umat, baik dalam bentuk pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi, maupun pelatihan-pelatihan keterampilan, dengan minimal Jamaah disekitarnya.
Jika masjid selama ini hanya memfasilitasi pengajian rutin kaum ibu. dapat pula dikembangkan dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan, baik materi kerumahtanggaan sampai pelatihan usaha bagi mereka.

Kedua. Pusat Perekonomian Umat. Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Namun dalam kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi, tak ada salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat dilingkungannya.

Bahkan lebih ekstrem lagi misalnya, menggantikan pusat-pusat perbelanjaan grosir semacam Makro. Alfa, atau Carrefour yang sebenarnya merupakan gudang barang-barang kebutuhan berkonsinyasi dengan pihak produsen barang tersebut.

Bila konsep koperasi digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat perbelanjaan yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara profesio-
nal oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya.

Ketiga, Pusat Penjaringan Potensi Umat. Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orangjumlah-nya. Ini bisa bermanfaat bagi berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.
Akan tergambar dengan sangat Jelas warna-warni potensi yang dimiliki Jamaah jika masjid melakukan pendataan dan pemetaan jamaahnya berdasarkan kebutuhan pembangunan lingkungan sekitarnya. Paling mudah dengan membuat pendataan berdasarkan kelompok-kelompok umur, gender, dan profesi dari jamaahnya. Sehingga terdeskripsi potensi yang bisa digali dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daerah sekitar masjid.

Misalnya, berapa jumlah Insinyur, guru, akuntan, mahasiswa, pedagang, alau pengusaha, siswa sekolah, bidangdokter-pera-wat. bahkan jumlah anak yatim piatu, fakir miskin (kaum dhuafa). Bisa juga fasilitas-fasilitas yang ada. berapa jumlah sekolah, puskesmas, bahkan telepon umum. Yangje-las banyak yang bisa dipetakan sehingga kita tahu apa yang kita butuhkan selanjutnya dan bagaimana mencari solusinya.
Keempat. Pusat Kepustakaan. Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah "membaca". Dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca, dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Saat ini sedikit sekali dijumpai dari kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada tataran intelektualnya (siswa, mahasiswa, bahkan dosen dan ustadz) mempunyai hobi membaca.
Apalagi jika kita melihat golongan di bawahnya (non intelektual). Tak aneh bila perkembangan peradaban keagamaan Islam semakin jauh tertinggal, khususnya di Indonesia.


Sangat mungkin jika saja kondisi gemar membaca diciptakan oleh masjid agar menjadi rangsangan bagi masyarakat untuk memulainya, kondisinya akan berubah. Dengan sendirinya hampir menjadi kemutlakan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri. (Staf Humas Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia)



0 komentar:

Posting Komentar

 

SEL SURYA

SEL SURYA