Tingkatkan Ilmu dan Pengetahuan Kebencanaan, BNPB Gelar Diklat Bagi Wartawan


Bertempat di Lido Bogor 13-15 Maret 2012,  141 wartawan dari 86 media Televisi, Radio, Cetak dan internet mengikuti pendidikan dan latihan siaga bencana, yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala BNPB DR. Syamsul Maarif M.Si.

Beberapa materi diberikan, mulai dari manajemen penanggulangan bencana, baik teori maupun praktek. Teori karakteristik bencana, kesiapsiagaan dan pencegahan, tanggap darurat, pasca bencana, logistik dan peralatan, dan komunikasi dalam penanggulan bencana. Praktek mendirikan tenda darurat, dapur umum, penjernihan air, operasi SAR, pertolongan pertama korban, trauma healing dan mobil komunikasi diberikan kepada peserta. Dan seluruh peserta diberikan “Sertifikat”, sebagai bukti bahwa mereka telah mampu memberikan pertolongan pertama saat bencana terjadi, dan harus siap diperbantukan, dimanapun dan kapanpun bencana terjadi. 



Dalam  paparanya, Kepala BNPB menegaskan, bahwa penanganan bencana itu sebagai soft power. Artinya tindakan atraktif untuk kemanusiaan sebagai kekuatan sendiri. Tentu saja dunia internasional pasti akan ikut serta. Dan secara simbolik Indonesia telah meraih penghargaan Global Champion For Disaster dari PBB.


"Saya senang sekali dan bangga dengan kehadiran 141 wartawan yang akan mengikuti peningkatan kapasitas,  tidak saja teori tapi juga praktek tentang kebencanaan sehingga pemerintah bisa menggandeng jurnalis sebagai mitra utamanya," ucap Syamsul bersemangat.


Lanjut ia mengingatkan bahwa untuk bencana asap saja bisa mempengaruhi hubungan diplomatik sehingga tentu saja kita ingin eksis dan maju di antara ancaman yang ada.  Syamsul Maarif mengaku suka membaca semua pemberitaan dan memerhatikan pola perilaku masyarakat pasca bencana. "Saya tahu persis bagaimana Jepang pada saat hari ke-100 setelah bencana dan tetap saja ada hal-hal yang mirip seperti di Indonesia tapi tidak seperti masyarakat kita yang berseliweran dengan kardus mencari sumbangan dan itu terekspos oleh media massa nasional maupun internasional," ucap Syamsul.

Tentu saja Syamsul garisbawahi bahwa jurnalis Indonesia ingin menampilkan wajah bangsanya yang menarik dan membanggakan bagi dunia.


Jadi memang perlu cara dan diskusi untuk melakukan perimbangan sehingga jurnalis Indonesia tidak hanya menampilkan hal-hal yang jelek-jelek saja. Coba dicontoh Jepang yang justru tidak mengcover kepanikan dan kesedihan yang berlebihan sehingga tidak ada dramatisasi atau kepiluan.
Syamsul menyambut baik kemitraan jurnalis dengan pihak BNPB karena para jurnalis adalah VVIP dan tentu saja karena ada panggilan kemanusiaan, tegasnya. 


 Sementara, ketua panitia yang juga Kepala Pusat  Data, Informasi dan Humas BNPB, DR. Sutopo Purwo Nugroho, juga menambahkan, bahwa perlu upaya untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan para wartawan akan penanggulangan bencana, agar para wartawan juga mampu melakukan pendeteksian bencana, pemberitaan informasi serta berita yang baik dan benar, dan membantu korban bencana, memberikan pertolongan pertama pada kecalakaan, jadi wartawan juga harus bisa menjadi relawan saat bencana terjadi, paparnya.

Diakuinya, Media memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana. Sebab media mampu mempengaruhi keputusan politik, mengubah perilaku, dan menyelamatkan nyawa manusia. Bahkan media berperan dalam diseminasi bencana dan membangun kesadaran masyarakat tentang bencana. Untuk itu peningkatan kapasitas wartawan diperlukan agar wartawan memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam penanggulangan bencana secara komprehensif. Dengan adanya pengetahuan bencana maka wartawan ketika meliput bencana dapat memberitahukan bencana secara lebih baik. BNPB berkomitmen untuk terus meningkatkan kerjasama dengan wartawan dalam penanggulangan bencana, ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

SEL SURYA

SEL SURYA