TNI
Meredam OPM Dengan Humanis Dan Budaya
Oleh
: Letkol Inf Drs. Solih
Dalam
sepekan ini, aksi kekerasan di Papua kembali meningkat 1.300 warga
Papua di Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika,
Papua disandra oleh kelompok Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Melancarkan aksi OPM ini selalu datang menjelang hari manifesto
Kemerdekaan Papua yang jatuh 1 Desember 2017 yang juga hari ulang tahun
Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Gerakan Organisasi Papua Merdeka yang sering disebut dengan OPM dan KKB, yaitu
organisasi yang didirikan pada tahun 1965, organisasi ini merupakan organisasi
ilegal dan dilarang oleh negara karena memiliki ideologi berbeda dan bermaksud
melepas papua dari bingkai NKRI.
Tujuan utama dibentuk Organisasi ini adalah ingin
melepas Papua dari Indonesia dan ingin merdeka sendiri. Tentu itu bukanlah
tujuan yang baik karena sudah jelas menurut sejarah dan UU yang berlaku bahwa
Papua adalah sah bagian dari NKRI itu mutlak
dan harga mati. Keberadaan OPM di Papua kini sudah sedikit memudar karena
seiring perkembangan zaman dan sudah banyak masyarakat Papua yang sudah cerdas
dan tidak lagi mudah untuk dibodohi atau ditipu oleh ocehan dan rayuan-rayuan
tidak logis dari pihak OPM terutama OPM yang menetap di luar negeri.
Menurut
catatan penulis ada beberapa organisasi yang berada dalam kategori OPM yang
bermukim diluar negeri, organisasi OPM sebagian
berada di Papua. Ada West Papua National Council (WPNCL) pimpinan Andy
Ayamiseba di wilayah Pasifik Selatan, ada Free West Papua Campaign (FWPC)
pimpinan Benny Wenda di beberapa negara di Eropa, ada West Papua National
Authority (WPNA) pimpinan Jacob Rumbiak di Australia, ada KNPB (Komite Nasional
Papua Barat) dan ada NRFPB (Negara Republik Papua Barat) di Papua serta
kelompok-kelompok lainnya yang lebih kecil. Namun yang berada di Papua hanya
garis militer sebagai kelompok pengacau, tugasnya hanya mencari perhatian
seperti penembakan warga sipil dan tidak segan segan juga nembaki TNI/Polri,
menculik, menyandra dan demo anarkis. Aksi tersebut tidak lain adalah perintah
dari OPM yang berada di luar Papua.
Dulu didengungkan
oleh OPM masalah ketimpangan kehidupan sosial
masyarakat antara Papua dengan daerah lain dikedepankan, karena Pemerintah sekarang
sudah membangun infrastrukturnya di Papua termasuk jalan darat sudah ada dan
sudah nyambung dari satu daerah kedaerah lainya di Papua. Kini Papua dulu dan
sekarang sangat jauh berbeda perkembangannya. Polisi bahkan memandang gerakan mereka sebagai gerakan
kriminal, bukan lagi bermuatan ideologis.
Saat
ini masyarakat Papua sudah memahami bahwa beberapa aksi dan kegiatan yang
mengatasnamakan perjuangan rakyat Papua menuju Papua merdeka hanya dilakukan
oleh beberapa orang yang menginginkan Papua larut dalam permasalahan dan tidak
ingin Papua damai. Namun rakyat Papua semakin dewasa dalam menyikapinya, hal
tersebut ditunjukan dengan berkonsentrasi dalam pembangunan, peningkatan pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan. Dan dibuktikan dengan semakin meningkatnya
pembanguan di Papua baik infrastrukturnya maupun kualitas SDM sudah jauh
perkembangannya, tinggal kita harus mau berkompetisi dengan daerah lain di
Indonesia kalau papua ingin mengejar ketertinggalannya.
Konflik
sengaja diciptakan dengan memanfaatkan even-even tertentu seperti Ulang Tahun OPM
yang jatuh 1 Desember, Pilkada/Pilpes atau suhu politik Negara sedang memanas
dan utusan HAM datang ke Papua, ini indikasi yang diciptakan untuk menjadi
suatu isu yang bisa diangkat seperti melawan Aparat Keamanan, Penculikan, Penyandraan,
Penembakan terhadap Masyarakat/Aparat dan demo bentrok sengaja diciptakan untuk
menimbulkan kekacauan dan pemberitaan yang luas, untuk menarik simpati Internasional.
Hal ini merupakan setting yang diotaki OPM yang tinggal di luar negeri untuk
membuat kegaduhan di masyarakat Papua. Tinggal TNI/Polri harus cakap menyikapi
hal tersebut untuk tidak terpancing bertindak keras, karena OPM menghendaki untuk
ada yang menjadi korban, kalau ada korban berarti setting OPM berhasil dan
sebaliknya tidak ada korban berarti gagal.
Memang
menangani suatu suasana konflik tidak mudah, sehingga dituntut suatu seni
tersendiri. Kami yakin TNI/Polri punya hal itu, karena segudang pengalaman yang
telah diaplikasikan dalam suatu konflik dapat diatasi dengan baik tanpa menelan
korban atau memakai kekerasan. Dalam suatu dunia yang demokratis perubahan
termasuk mengatasi konflik, menuntut suatu keterbukaan dari semua pihak yang
berkepentingan untuk mencari jalan keluar tanpa main kuasa. Disinih peran Media
Massa sangat penting untuk dapat menyampikan keterbukaan dalam penyelesaian konflik
dan banyak lain cara keterbukaan yang bisa dijadikan yang saling percaya, bagaimana
seni hidup yang demikian adalah suatu adat baru perlu dikembangkan kalau kita
mau hidup dalam damai dewasa ini.
TNI Dalam Menghadapi OPM Lewat Budaya
Keinginan
warga Papua untuk berpisah dari NKRI bukan berita baru, semenjak dahulu Papua
dikenal sebagai pulau paling kaya di wilayah NKRI bahkan dunia, tapi sejarah
orang-orang Papua begitu suram dan kelam akibat kurangnya perhatian dari Pemerintah
pusat sebelumnya, hari berganti hari dan semenjak naiknya Jokowi menjadi
Presiden RI, sepertinya keinginan Papua untuk berpisah dari NKRI semakin hari
semakin menipis, bahkan di tahun pertamanya saja, Presiden Jokowi sudah
mengunjungi Papua sebanyak empat kali dan berkomitmen penuh untuk membangun
Papua sebagai daerah prioritas dalam pembangunan infrastruktur seperti Jalan
Trans Papua, Kereta Api, Pelabuhan, Bandara, dan lain sebagainya.
Pemerintah menyiapkan
infrastrukturnya kini tinggal pelaksanaan selanjutnya oleh TNI. Ada berbagai
langkah-langkah pendekatan yang dilakukan jajaran TNI bekerja sama dengan Pemerintan
Daerah. Seperti pelaksanaan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang juga
menyasar di Kampung dan Distrik-Distrik mulai digarap dengan cara bersama-sama
membuat sawah baru, cara bercocok tanam yang baik, atau bentuk pelatihan
pertanian tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Inilah cara TNI
untuk merangkul masyarakat Papua agar tidak terpropokasi oleh pihak OPM, tidak
sedikit pengikut OPM yang sudah berikrar kembali ke pangkuan NKRI dengan cara
pendekatan budaya oleh pihak TNI, menyadarkan masyarakat Papua yang terpengaruh
janji manis OPM tidak perlu dengan letusan senjata, ini yang sudah dibuktikan
oleh TNI.
Pendekatan
yang dilakukan oleh TNI tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat dengan
disertai pemahaman akan pentingnya berbangsa dan bernegara. Dengan adanya
pemahaman tersebut maka akan tercipta ketertiban, keamanan dan secara langsung
akan muncul saling hormat menghormati antara satu dengan yang lainnya. Yang
tidak kalah pentingnya adalah pendekatan prajurit TNI yaitu babinsa kepada
Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Perempuan sangat penting dalam
masyarakat. Yang kita salut pendekatan teritorial yang dilakukan oleh TNI kepada
masyarakat, puncak adalah mereka memahami tradisi Hukum Adat (hak ulayat)
sangat dijunjung tinggi pada kehidupan sehari-hari. Sehingga para tokoh
masyarakat seperti Pendeta Zakarias Tabuni yang merupakan tokoh penting dan
sangat dihormati bersimpati kepada program TNI ini adalah luar biasa, tinggal
TNI bagaimana untuk mempertahan tokoh-tokoh penting yang bisa simpati kepada
program TNI di Papua.
Program
Operasi Teritorial yang ada di Papua merupakan suatu program yang harus
dilanjutkan dalam rangka menggalang kelompok-kelompok yang masih berseberangan
seperti OPM untuk bergabung dengan NKRI. Dengan adanya OPM yang
masuk bergabung ke NKRI tentunya bukan dengan cuma-cuma tapi itu diperoleh
dengan perjuangan melalui pendekatan aparat TNI AD dengan pola Operasi
Teritorial. Operasi Teritorial yang dilakukan oleh TNI AD dengan melakukan
pendekatan simpatik kepada masyarakat.
Ini
salah satu contoh yang sudah berhasil, pendekat humanis oleh TNI berbuah manis
tidak sedikit sebanyak 154 anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua
Merdeka (OPM) kalau di TNI itu satu Kompi menyerahkan diri setelah
berkomunikasi dengan satuan Komando Rayon Militer 1714-14/Sinak, Kabupaten
Puncak, Papua. Pendekatan humanis dilakukan oleh satuan TNI yang Dipimpin
Komandan Komando Rayon Militer (Koramil) Sinak Letnan Satu Infanteri Yusuf
Rumi, untuk membujuk kelompok yang sempat menentang Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu.
Pendekatan
humanis selama ini, akhirnya dapat menyadarkan 154 anggota OPM yang secara
sukarela turun gunung ini adalah luar biasa, kita tarik kesimpulan bahwa
masyarakat Papua sebenarnya ingin diperhatikan dan diayomi, karena ini
masalahnya kecemburuan sosial, dimana daerahnya luas kaya Sumber Daya Alamnya
namun tidak dinikmati oleh masyarakat Papua, masyarakat seperti ini gampang
sekali untuk dijadikan sasaran sebagai objek untuk menentang Pemerintah,
apalagi OPM sendiri memiliki data-data yang dijadikan sumber kemarahan terhadap
Pemerintah. Kita bersyukur Pemerintahan sekarang respek terhadap Papua sehingga
kegiatan OPM intesitasnya sangat menurun, terutama OPM yang ada di Papua,
semoga OPM kedepan yang belum sadar bisa bergabung kepangkuan NKRI, sehingga
Papua bisa membangun secara cepat dan maju.
Penulis yakin Papua akan mampu mengejar ketertinggalannya,
selain tersedianya Sumber alamnya juga SDM sudah ada mari kita lihat karakter orang
Papua adalah karakter yang unik dan langka di NKRI ini....Karakter yang penuh
ketulusan, kasih sayang, ingin selalu berdamai dengan semua orang, baik, ramah, tidak kasar, suka menolong, dan menerima
orang baru. karakter yang mempunyai nilai yg tinggi dalam aplikasi di
peradaban yang modern kecenderungan untuk cepat menyesuaikan dengan keadaan dan
tuntutan yang ada dengan cepat, sehingga penulis yakin OPM yang ada di Papua
akan hilang begitu saja, karena mereka akan melihat kiri dan kanan tentang kemajuan
tetangganya, sementara OPM hidup berpindah-pindah dari gunung kegunung tanpa
bekal yang cukup untuk menghindari TNI/Polri. Sedangkan yang dijanjikan oleh
OPM tidak kunjung datang tetap sengsara.
Penulis adalah Kasubbid Strakomnet
Puspen TNI.
0 komentar:
Posting Komentar