Stop Cyberbullying! Ciptakan Ruang Daring yang Aman bagi Anak di Masa Pandemi Covid-19

Stop Cyberbullying! Ciptakan Ruang Daring yang Aman bagi Anak di Masa Pandemi Covid-19


Jakarta – Saat ini, anak Indonesia merupakan bagian dari generasi digital yang aktif mengakses media sosial. Pada masa pandemi ini, media sosial menjadi ruang pelarian bagi anak untuk menghilangkan kejenuhan akibat harus belajar dan beraktivitas di rumah saja. Namun ternyata hal ini tak pelak juga mengancam anak dari tindak kekerasan secara daring.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar menegaskan salah satu kekerasan yang mengancam anak di media sosial adalah perundungan media daring atau cyberbullying.

“Masa pandemi membuat aktivitas belajar-mengajar yang sebelumnya dilakukan secara manual harus berganti dengan penerapan teknologi. Dengan kata lain anak akan lebih sering mengakses gawai dan internet. Untuk menjadikan internet sebagai tempat bermain dan belajar yang aman bagi anak-anak diperlukan komitmen yang serius dan kerjasama berbagai pihak dari pemerintah maupun non pemerintah, termasuk peran dari orangtua dan anak yang harus menjadi garda terdepan dalam melindungi diri dari bahaya cyberbullying yang ada di internet,” ujar Nahar saat membuka Webinar Lindungi Anak dari Perundungan di Media Daring Selama Masa Pandemi Covid-19. Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Nahar menambahkan, internet bagaikan pisau bermata dua, pada satu sisi memudahkan namun di sisi lain juga berdampak negatif jika digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

“Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mendampingi dan mengawasi anak saat berselancar di internet. Selain itu, perlu membangun rasa kepekaan anak terhadap ancaman cyberbullying dengan mengedukasi dan menciptakan rasa percaya diri untuk melaporkan jika mereka mengalami cyberbullying. Jika dibiarkan saja cyberbullying juga dapat mengancam keselamatan anak dan kondisi psikologis anak,” tambah Nahar.

Wiwin Hendriani, Ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI) mengungkapkan, menjadi sangat penting bagi orangtua untuk meningkatkan ketangguhan anak (online resilience) agar mampu mengelola risiko di media daring. Dibutuhkan keterbukaan antara anak-anak dan orangtua. Orangtua juga harus peka dengan permasalahan yang dihadapi anaknya, begitupun anak juga harus lebih sering membuka komunikasi dengan orang tua untuk melindungi diri dari risiko cyberbullying.

“Orangtua harus mampu membangun kemampuan anak menghadapi situasi sulit dan berisiko di media sosial. Selain itu, orangtua juga harus membekali anak dengan kemampuan menilai dirinya sendiri dan kondisi media sosial yang mereka gunakan. Hal ini akan berdampak baik terhadap kemampuan anak untuk memulihkan kondisi psikologi mereka usai mengalami cyberbullying. Untuk itu, orangtua juga harus mengoptimalkan perannya dengan tetap konsisten mendampingi anak, memberikan contoh yang baik bagi anak, dan memberikan penguatan yang positif bagi anak,” ujar Wiwin.

Salah satu public figure Indonesia, Prilly Latuconsina yang juga hadir dalam webinar ini menceritakan pengalaman ketika mengalami cyberbullying saat masih usia remaja. “Cyberbullying sudah menjadi makananku sehari-hari ketika aku menjadi seorang public figure. Dari pengalamanku pribadi saat mengalami cyberbullying, peran orangtua sangat penting untuk mendukung dan memberikan aku pendampingan selain psikolog. Mereka yang menjadi pelaku bullying di media sosial tidak memiliki etika sehingga tidak bisa membedakan bagaimana menyampaikan kritik, saran, dan bullying. Salah satu cara agar anak dapat bertahan dan pulih setelah mengalami cyberbullying, yakni dengan membangun mindset understand your value karena ketika kita tahu nilai dan kekuatan yang kita miliki, maka kita tidak akan membiarkan orang lain melabeli diri kita. Pesanku kepada seluruh anak di Indonesia, gunakan media sosial untuk memberikan dampak baik bagi diri kita sendiri dan orang lain. Jadikan media sosial sebagai platform mencari teman bukan mencari musuh,” ujar Prilly. 

Sementara itu, Manajer Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Dessy Sukendar menuturkan, peran Facebook sebagai platform media sosial ialah menciptakan ruang yang aman bagi pengguna terutama anak.

"Untuk membatasi konten yang mengandung unsur bullying, Facebook sudah mempunyai kebijakan yakni, community standart report dimana pengguna sudah bisa membatasi konten yang sifatnya bullying di akun mereka. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengguna juga dapat menghapus pertemanan, berhenti mengikuti, memblokir, dan melaporkan ke kolom pengaduan kami untuk segera ditindaklanjuti. Pesan kami kepada semua pengguna media sosial untuk jangan takut melaporkan setiap bentuk tindak cyberbullying yang dialami. Kami sebagai platform media sosial juga akan berusaha untuk selalu memberikan pengalaman yang baik bagi pengguna, salah satunya bekerjasama dengan pemerintah seperti Kemen PPPA untuk ke depan bisa memperbaiki dan membuat dunia digital yang ramah dan nyaman bagi anak,” tutur Dessy. 

Founder Bully.id, Agita Pasaribu menegaskan, untuk hentikan menormalisasi perilaku cyberbullying.

“Cyberbullying tidak jauh berbeda dengan bullying, namun lebih berisiko sebab akan meninggalkan jejak digital dan berpengaruh terhadap masa depan anak yang mengalaminya. Selain itu, kebanyakan pelakunya juga tidak diketahui identitas aslinya sehingga tidak ada perasaan bersalah terhadap korbannya. Untuk itu, platform Bully.id hadir sebagai wadah bagi anak bercerita jika mereka mengalami cyberbullying, serta memberikan edukasi dan meningkatkan awareness kepada masyarakat, khususnya anak-anak. Pada dasarnya, tindakan cyberbullying sudah jelas konsekuensi hukumnya akan tetapi masih kurang awareness masyarakat akan hal tersebut,” ujar Agita.(Guffe).

0 komentar:

Posting Komentar

 

SEL SURYA

SEL SURYA