Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD DKI Jakarta, Maman Firmansyah meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus pengalihan penggunaan lahan dengan Perjanjian Kerjasama BTO antara PT. Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) di Ancol Beach City Music Stadium, Jakarta Utara.
“Jika terjadi pelanggaran, pihak berwajib harus melakukan penyelidikan.” ujar Maman kepada Wartawan di Jakarta, Rabu (27/4).
Ditegaskannya, siapapun dia, terlebih menyangkut aset negara, yang diduga menyalahi aturan, Maka bila terjadi pelanggaran, pihak berwajib harus melakukan penyelidikan.
Menurut Maman, sebagai perusahaan publik, sudah seyogyanya PT PJA bekerja secara profesional dalam mengejar keuntungan. Namun jika dicermati isi kontrak kerja sama antara PJA dengan WAIP terdapat banyak kejanggalan. Apalagi diketahui WAIP sudah 17 kali wan prestasi terhitung sejak tahun 2004, dan 13 wan prestasi tidak bisa memenuhi kewajibannya. Justru dengan adanya kasus tersebut dan membiarkannya, maka menjadi pertanyaannya, Ada apa antara PJA dan WAIP di Ancol Beach City?.
Dari hasil penelusurannya juga diketahui sewa jangka panjang dalam perjanjian WAIP-MEIS/Mata Elang International Stadium terdapat ketidak sesuaian dengan Perjanjian Kerjasama BTO antara PJA-WAIP antara lain, harga sewa per meter perseginya nilainya di bawah standar perjanjian PJA-WAIP. Selain itu juga perjanjian tanpa melibatkan PJA selaku pemilik sah bangunan ABC Music Stadium.
“Kerjasama PJA dengan WAIP itu kalau dibiarkan terus sangat merugikan PJA dan ini akan menjadi kerugian Negara yang berkelanjutan bila dibiarkan selama 25 tahun ke depan. Dan seharusnya segera pula dievaluasi, karena tidak dapat memberikan apa-apa, untuk itu harus diputus kerjasamanya", ujar Maman.
Dalam data perhitungan kerugian yang didapatkan, jika PJA membiarkannya hingga tahun 2037 maka kerugian PJA yang terjadi akan mencapai lebih dari Rp 515 milyar. Dan keuntungan minimal WAIP/Fredy Tan akibat kecurangan yang dikolaborasikan dengan PJA mencapai lebih dari Rp 3,3 trilyun.
Keuntungan yang seharusnya ada itu dapat menjadi kontribusi bagi pendapatan asli daerah. Kerjasama dengan PT. WAIP yang mengikat harusnya ada evaluasi dan dihentikan. “PT PJA itu bukan milik nenek moyang direksi. Karena disitu ada saham Pemprov, yang secara berkala harus dipertanggung jawabkan kepada pemilik saham", sergah Maman.
Menurutnya berbagai upaya pengalihan pengolahan lahan dari satu PT ke PT lain hingga ke PT WAIP terjadi hanya untuk berkelit dan menghindar dari tanggung jawab dalam kewajiban si pemilik perusahaan yang orangnya dia-dia juga. “Siapapun disitu, jelas direksi PT PJA punya kewenangan untuk memutuskan kerjasama dengan PT WAIP seperti yang tertera dalam PERJANJIAN BTO yang ditandatangani bersama", tegasnya.
Dalam data yang diperoleh terdapat beberapa wan prestasi penting WAIP antara lain, WAIP tidak sanggup menentukan berapa kali show International yang harus diadakan dalam 1 tahun dalam Music Stadium yang dioperasikannya. WAIP berusaha merubah fungsi Music Stadium ABC (Ancol Beach City) menjadi Mall dengan terlebih dahulu merubah namanya menjadi ABC Lifestyle Mall lalu ABC Mall lalu ABC Celebrity Mall.
WAIP juga tidak melakukan Pembayaran Pajak Pembangunan dan tidak mampu mengadakan Show International setelah ribut dengan MEIS, hal ini merugikan PJA karena tidak mendatangkan ratusan ribu pengunjung lagi tiap tahunnya. Bersengketa pula dengan MEIS sehingga tidak terjadi Show International lagi di ABC Music Stadium.
Atas dasar wan prestasi tersebut PJA sebenarnya sudah mengeluarkan peringatan kepada WAIP berupa SP 1, kemudian SP 2, dan bahkan sampai mensomasi WAIP. Namun yang terjadi kemudian PJA justru tidak mengikuti ketentuan Perjanjian BTO yaitu memutus dan/atau mengakhiri kerjasama sesuai Pasal 17.5 Perjanjian Pengalihan Kerjasama BTO dan membiarkannya hingga 2 tahun ini.
"Bisa jadi dari direksi PT PJA yang sengaja mengendapkan persoalan ini atas dasar kongkalikong tadi. Maka lebih tepat kita serahkan kepada pihak yang berwenang untuk mengusut persoalan ini, supaya besok akan kelihatan siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab", cetus Maman.
Dengan adanya pengalihan usaha dari PT WAIP dengan perusahaan lain,menurutnya, bisa disebut sebagai main tak umpet, artinya sangat jelas dapat dilakukan penelusuran hingga kenapa hal itu dapat terjadi. “Jangan kemudian diendapkan, sehingga kelihatan ujung pangkalnya. Apalagi kasus ini sudah lama sejak dari tahun 2004", ujar Maman.
Diungkapkannya pula, ada mata rantai yang perlu ditelusuri oleh semua pihak, terutama penegak hukum. Segala hal yang menyangkut timbulnya permasalahan hukum, termasuk kerjasama tersebut. Direksi PT PJA sebegai resprentatif jangan hanya menguntungkan pihak lain, sementara keuntungan perusahaan dihilangkan begitu saja. Apalagi jika terjadi dugaan kongkalikong antara PT WAIP yang bekerjasama dengan pihak PT PJA.
"Bisa jadi ada kongkalikong antara direksi PJA lama dengan pihak WAIP. Hal ini terjadi karena sudah gagal dalam menjalankan kewajibannya, lalu pihak pemilik menghilangkan jejak dengan membuat sejumlah perusahaan baru", katanya.
Menurut Maman, perusahaan tersebut hanya ganti baju saja. Sementara orangnya itu-itu saja. Hal ini yang harus diusut tuntas. Sedangkan menyangkut kewajiban pihak PT. WAIP yang melalaikan kewajibannya tidak menutup kemungkinan direksi baru juga ikut terlibat bermain.
Karena dapat terlihat direksi baru (Gatot Setyo Waluyo) juga membiarkan permasalahan ini berlarut-larut. Untuk itu Maman juga berencana akan membicarakan hal tersebut kepada anggota dewan agar memanggil direksi PT PJA untuk dapat mempertanyakan masalah tersebut.
“Ada anggota kita di komisi D yang akan mempertanyakan masalah ini dalam rapat anggota dewan nanti", pungkasnya.
Apalagi dalam penyelidikan, tim dari Kejaksaan Agung sudah menetapkan tersangka yakni Freddie Tan alias Awi selaku Direktur Utama PT. WAIP dalam kasus JAKPRO (Jakarta Propertindo) sehingga sangat janggal bila PJA masih menggandeng pihak WAIP dalam pengelolaan Gedung Music Stadium Ancol Beach City, padahal sudah 17 kali wan prestasi terhitung sejak tahun 2004, dan 13 wan prestasi tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Melihat permasalahan di atas, menurut Maman jelas terlihat adanya permufakatan jahat untuk korupsi berjamaah dan adanya kejahatan korporasi, untuk itu Dewan Direksi/Komisaris PJA harus diperiksa.
Seperti diketahui, salah satu mantan direktur utama PJA era perjanjian dengan pihak WAIP, kini menjabat pucuk pimpinan PT Angkasa Pura II, yakni Budi Karya Sumadi.
Sementara itu, sehubungan dengan adanya pemberitaan di media beberapa hari lalu yang menyebutkan bahwa PJA mengalami pertumbuhan dengan laba di tahun 2015 sebesar 22% dari tahun 2014, maka karyawan Ancol menyoroti bahwa pemberitaan tersebut berkesan manipulatif terhadap pertumbuhan Perusahaan.
Menurut sumber di PJA, hal ini sangatlah jelas dapat dilihat, bahwa sesungguhnya pertumbuhan Pendapatan PJA hanya sebesar 2,7% di tahun 2015, yaitu dari pendapatan tahun 2014 sebesar 1,1 menjadi 1,13 trilyun rupiah di tahun 2015.
Sumber yang enggan disebut namanya tersebut mengatakan bahwa pertumbuhan Pendapatan PJA dari tahun ke tahun selalu diatas 10% bahkan bisa mencapai hingga 18% lebih. Melihat kondisi seperti ini maka para karyawan merasa prihatin melihat Direksi dibawah kepemimpinan Dirut Gatot Setyo Waluyo. Ini menunjukan bahwa tidak terjadi loncatan kreatifitas, dan pertumbuhan laba dicapai hanya melalui pengetatan biaya yang ujung2nya kesejahteraan karyawan dikorbankan dan terjadi ketidak-adilan.
Apalagi dilhat dari harga saham PJAA.JK yang turun jauh ke level 1,800.00 pada tanggal 24 April 2015 dari 52HIGH 2,875.00. Kemudian tiket Pintu Gerbang Utama, DUFAN, ATLANTIS, OCEAN DREAM dijual dengan harga tahunan individu sangat murah yaitu seharga tiket sekali masuk individu. Betapa turunnya Citra Ancol yang dulu sudah susah payah dibangun oleh para pendahulu sekarang menjadi terpuruk dan bahkan akan segera dilibas oleh pesaing bila tidak segera Turn Over.
Memperhatikan mutu tata kelola Perusahaan seperti yang diuraikan di atas, maka harapan karyawan sekarang hanyalah menunggu hasil RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) di awal Juni nanti, dimana Gubernur DKI akan menepati janjinya yaitu mencopot Gatot Setyo Waluyo dari Dirut PJA