Beberapa waktu lalu Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Gigi maupun Ikatan Mahasiswa Kedokteran menolak akan perijinan 8 Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi pada sejumlah Universitas, yang dikelarkan oleh Menteri Ristek dan Dikti, dengan alasan belum saatnya Pemerintah menambah Fakultas Kedokteran, karena Fakultas Kedokteran yang saat ini ada, tidak maksimal dalam melahirkan dokter di Indonesia, serta pembinaan para lulusan kedokteran dinilai kurang, dan kualitas akademik fakultas kedokteran yang ada saat ini juga dinilainya masih rendah, sehingga dokter yang dihasilkan, kualitasnyapun masih dipertanyakan.
Prof. Raihan, Sekretaris Wilayah III, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Provinsi DKI Jakarta, saat dimintai tanggapan akan penolakan Fakultas Kedokteran pada sejumlah Perguruan Tinggi tersebut menegaskan, bahwa pemberian ijin Program Studi baru, bagi sebuah Perguruan Tinggi, termasuk Prodi Kedokteran dan Kedokteran Gigi, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 95 tahun 2014, dan aturan tersebut tidak mudah, karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Jadi pemberian ijin penambahan Prodi Kedokteran maupun Kedokteran Gigi oleh Kemenristek dan Dikti tersebut, dirinya yakin sudah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Oleh Lembaga atau Badan pengelola Perguruan Tinggi tersebut.
Beberapa aturan untuk penambahan prodi baru cukup jelas, seperti adanya usulan dari penyelenggara, ada Studi kelayakan, lahan yang harus luas, ada rekomendasi Kopertis, Laporan Keuangan dan persyaratan lain yang harus dipenuhi, jadi apa dasar penolakan tersebut karena disatu sisi penambahan Prodi baru adalah kebutuhan bagi pengembangan sebuah lembaga Pendidikan Tinggi, dalam mendukung pembangunan Sumber Daya Manusia dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Untuk pembinaan Dokter yang telah menyelesaikan tugas Akademiknya, adalah kewenangan Kementrian Kesehatan, apakah itu Penempatan Dokter maupun ijin praktek, dan kalau dilihat dari rasio jumlah dokter dengan masyarakat, Indonesia masih membutuhkan banyak dokter, dimana WHO menegaskan bahwa Rasio Dokter dengan Penduduk 1 berbanding 2.000, dan dinegara maju sudah mencapai 1 berbanding 1.000 penduduk, belum lagi penambahan jumlah penduduk tiap tahun, jadi Indonsia masih harus memperbanyak Dokter, khususnya di daerah pedesaan maupun di daerah tertinggal, dengan penolakan tersebut kita kawatir jika nantinya justru kita impor dokter dari negara luar, padahal sumber daya manusia kita cukup banyak, papar Prof Raihan.
Prof. Raihan, Sekretaris Wilayah III, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Provinsi DKI Jakarta, saat dimintai tanggapan akan penolakan Fakultas Kedokteran pada sejumlah Perguruan Tinggi tersebut menegaskan, bahwa pemberian ijin Program Studi baru, bagi sebuah Perguruan Tinggi, termasuk Prodi Kedokteran dan Kedokteran Gigi, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 95 tahun 2014, dan aturan tersebut tidak mudah, karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Jadi pemberian ijin penambahan Prodi Kedokteran maupun Kedokteran Gigi oleh Kemenristek dan Dikti tersebut, dirinya yakin sudah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Oleh Lembaga atau Badan pengelola Perguruan Tinggi tersebut.
Beberapa aturan untuk penambahan prodi baru cukup jelas, seperti adanya usulan dari penyelenggara, ada Studi kelayakan, lahan yang harus luas, ada rekomendasi Kopertis, Laporan Keuangan dan persyaratan lain yang harus dipenuhi, jadi apa dasar penolakan tersebut karena disatu sisi penambahan Prodi baru adalah kebutuhan bagi pengembangan sebuah lembaga Pendidikan Tinggi, dalam mendukung pembangunan Sumber Daya Manusia dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Untuk pembinaan Dokter yang telah menyelesaikan tugas Akademiknya, adalah kewenangan Kementrian Kesehatan, apakah itu Penempatan Dokter maupun ijin praktek, dan kalau dilihat dari rasio jumlah dokter dengan masyarakat, Indonesia masih membutuhkan banyak dokter, dimana WHO menegaskan bahwa Rasio Dokter dengan Penduduk 1 berbanding 2.000, dan dinegara maju sudah mencapai 1 berbanding 1.000 penduduk, belum lagi penambahan jumlah penduduk tiap tahun, jadi Indonsia masih harus memperbanyak Dokter, khususnya di daerah pedesaan maupun di daerah tertinggal, dengan penolakan tersebut kita kawatir jika nantinya justru kita impor dokter dari negara luar, padahal sumber daya manusia kita cukup banyak, papar Prof Raihan.
0 komentar:
Posting Komentar