Januari-Mei 2017, LPSK Tangani Puluhan Korban Terorisme
LPSK, Jakarta. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan layanan kepada 22 orang korban aksi terorisme di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan korban serangan bom di Thamrin Jakarta dan Samarinda tahun 2016 lalu. “Jumlah tersebut belum termasuk korban serangan born di Kampung Melayu akhir bulan Mei Lalu”, ujar Ketua LPSK dalam konferensi persnya di Kantor LPSK (7/6).
Layanan yang LPSK berikan kepada para korban tersebut berupa layanan pemenuhan hak prosedural, layanan medis, layanan psikologis, dan fasilitasi kompensasi (ganti rugi dari pemerimah). Layanan tersebut penting karena selain trauma korban harus dipulihkan, hak-hak korban selama menjalani proses peradilan pidana tidak terlanggar. Untuk kasus Samarinda sendiri LPSK memfasilitasi transportasi para korban yang harus memberikan keterangan dalam persidangan kasus tersebut yang digelar di PN Jakarta Timur, termasuk diantaranya 3 orang korban yang hari ini (7/6) memberikan keterangan di persidangan. “Layanan seperti ini penting karena jarak Samarinda-Jakarta tidak dekat, sehingga tentunya memberatkan jika para korban tidak difasilitasi, sementara keterangan mereka penting untuk mengungkap kasus”, jelas Semendawai.
Semangat untuk membantu dan menangani korban terorisme di Indonesia sebenarnya sudah mulai ada. Terutama ketika peristiwa serangan terorisme baru saja terjadi dimana banyak instansi baik tingkat pusat maupun daerah yang berlomba lomba unluk ikut menangani para korban. Namun sayangnya ketika kasus tersebut sudah tidak menjadi perhatian masyarakal, semangat tersebut agak mengendur, sehingga penanganan korban terhenti. Padahal pemulihan trauma korban terorisme, baik medis dan psikologis, tidak mudah dan singkat. Kecenderungan ini tentunya sangat memprihatinkan. “LPSK pernah ditolak memberikan guarantee Ietter (surat jaminan) untuk pengobatan korban karena sebelumnya sudah ada instansi yang akan memberikan bantuan. Namun bantuan tersebut tidak tuntas, sehingga pemulihan korban terhenti", ungkap Wakil Ketua LPSK, Askari Razak.
LPSK berharap ada aturan pelaksanaan yang jelas terkait penanganan korban terorisme mulai dari saat baru saja terjadi peristiwa terorisme hingga korban pulih Dengan adanya aturan tersebut diharapkan penanganan kepada korban bisa optimal. “Dan tentunya trauma korban bisa dipulihkan hingga tuntas”, harap Askari.
Secara umum, selama 5 bulan pertama 2017 ini LPSK menerima 534 permohonan perlindungan. Sedangkan jumlah terlindung LPSK selama 5 bulan tersebut berjumlah 2553 orang dimana mayoritas merupakan korban pelanggaran HAM berat sebanyak 1883 orang, dan terbanyak kedua merupakan korban trafficking sejumlah 194 orang, serta saksi tindak pidana korupsi sebanyak 129 orang. “Layanan kepada saksi dan korban selain sebagai upaya pemulihan korban, juga sebagai dukungan terhadap pengungkapan tindak pidana melalui keterangan saksi dan korban”, pungkas Semendawai.
Hasibullah N Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) juga menegaskan bahwa tevisi UU Anti Terorisme diharapkan dapat menguatkan pemenuhan hak-hak korban, karena selama ini pemenuhan hak korban masih kecil bahkan bisa dibilang tidak ada, karena yang diberikan hanyalah uang kerahiman, bukan hak kompensasi.untuk itu AIDA mendukung penuh upaya LPSK untuk memperjuangkan kompensasi hak korban terorisme, paparnya.(Nk)
Hasibullah N Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) juga menegaskan bahwa tevisi UU Anti Terorisme diharapkan dapat menguatkan pemenuhan hak-hak korban, karena selama ini pemenuhan hak korban masih kecil bahkan bisa dibilang tidak ada, karena yang diberikan hanyalah uang kerahiman, bukan hak kompensasi.untuk itu AIDA mendukung penuh upaya LPSK untuk memperjuangkan kompensasi hak korban terorisme, paparnya.(Nk)
0 komentar:
Posting Komentar