Pakai Listrik Tenaga Surya, Bandara Ini Hemat Rp 15 Juta/Bulan
Bandara Sultan Muhammad Salahuddin di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sekarang memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 200 KWp. Listrik dari PLTS ini mampu memenuhi 20 persen kebutuhan bandara.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, bersama Anggota Komisi VII DPR Kurtubi yang berasal dari Dapil NTB pagi ini meninjau PLTS yang akan diresmikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan tersebut.
PLTS Bandara Bima yang terdiri dari 80 panel surya dibangun di atas tanah seluas 3.900 m2 milik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan dana APBN 2016 sebesar Rp 7 miliar. Pembangunannya memakan waktu sekitar 8 bulan, rampung pada Desember 2016.
"Anggarannya Rp 7 miliar dari APBN 2016. Selesai pertengahan Desember 2016 kemarin. Tanahnya gratis dari Kemenhub. Dibangunnya dalam 8 bulan," kata Rida Mulyana saat ditemui di Bima, Sabtu (29/4/2017).
Ia menerangkan, penggunaan sinar matahari sebagai sumber energi listrik tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, sehingga ramah lingkungan. Maka pantaslah Bandara Sultan Muhammad Salahuddin disebut sebagai 'bandara hijau'.
Dengan beroperasinya PLTS sejak awal 2017, Bandara Bima juga bisa menghemat biaya listrik hingga Rp 15 juta per bulan.
"Per bulan penghematannya Rp 15 juta, lumayan signifikan untuk bandara perintis. Jadi green tourism juga," ucap Rida.
PLTS hanya membantu pemenuhan kebutuhan listrik bandara di siang hari karena tidak dilengkapi dengan baterai untuk penyimpanan daya. Tapi, menurut Rida, itu tidak masalah karena Bandara Bima hanya beroperasi sampai sore hari, tidak ada penerbangan dari dan ke Bima pada malam hari.
Ketika malam tiba, Bandara Bima hanya butuh listrik untuk lampu penerangan saja. "Ini untuk 20 persen kebutuhan listrik bandara. Enggak ada baterainya, jadi untuk siang aja. Bandara enggak operasi malam hari, jadi (PLTS) enggak perlu pakai baterai untuk malam hari," tukasnya.
Kementerian ESDM yang membangunnya, lalu PLTS menjadi aset Kemenhub. Kemenhub sebagai pengelola Bandara Sultan Muhammad Salahuddin selanjutnya bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan PLTS.
Rida berpesan kepada pengelola bandara merawat dengan baik supaya dana APBN tak terbuang sia-sia. Misalnya dengan membersihkan panel surya secara rutin. "Tolong dibersihkan biar maksimal penyerapan sinar mataharinya," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, menyatakan DPR mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT), termasuk tenaga surya, untuk menekan emisi karbon. Apalagi Indonesia sudah menandatangani kesepakatan COP 21 di Paris tahun 2015.
"Kita sudah tanda tangan Paris Agreement untuk mengurangi emisi. Kita harus kurangi energi fosil, dorong EBT. Salah satunya energi dari surya," tutupnya. (Pry)
Bandara Sultan Muhammad Salahuddin di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sekarang memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 200 KWp. Listrik dari PLTS ini mampu memenuhi 20 persen kebutuhan bandara.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, bersama Anggota Komisi VII DPR Kurtubi yang berasal dari Dapil NTB pagi ini meninjau PLTS yang akan diresmikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan tersebut.
PLTS Bandara Bima yang terdiri dari 80 panel surya dibangun di atas tanah seluas 3.900 m2 milik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan dana APBN 2016 sebesar Rp 7 miliar. Pembangunannya memakan waktu sekitar 8 bulan, rampung pada Desember 2016.
"Anggarannya Rp 7 miliar dari APBN 2016. Selesai pertengahan Desember 2016 kemarin. Tanahnya gratis dari Kemenhub. Dibangunnya dalam 8 bulan," kata Rida Mulyana saat ditemui di Bima, Sabtu (29/4/2017).
Ia menerangkan, penggunaan sinar matahari sebagai sumber energi listrik tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, sehingga ramah lingkungan. Maka pantaslah Bandara Sultan Muhammad Salahuddin disebut sebagai 'bandara hijau'.
Dengan beroperasinya PLTS sejak awal 2017, Bandara Bima juga bisa menghemat biaya listrik hingga Rp 15 juta per bulan.
"Per bulan penghematannya Rp 15 juta, lumayan signifikan untuk bandara perintis. Jadi green tourism juga," ucap Rida.
PLTS hanya membantu pemenuhan kebutuhan listrik bandara di siang hari karena tidak dilengkapi dengan baterai untuk penyimpanan daya. Tapi, menurut Rida, itu tidak masalah karena Bandara Bima hanya beroperasi sampai sore hari, tidak ada penerbangan dari dan ke Bima pada malam hari.
Ketika malam tiba, Bandara Bima hanya butuh listrik untuk lampu penerangan saja. "Ini untuk 20 persen kebutuhan listrik bandara. Enggak ada baterainya, jadi untuk siang aja. Bandara enggak operasi malam hari, jadi (PLTS) enggak perlu pakai baterai untuk malam hari," tukasnya.
Kementerian ESDM yang membangunnya, lalu PLTS menjadi aset Kemenhub. Kemenhub sebagai pengelola Bandara Sultan Muhammad Salahuddin selanjutnya bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan PLTS.
Rida berpesan kepada pengelola bandara merawat dengan baik supaya dana APBN tak terbuang sia-sia. Misalnya dengan membersihkan panel surya secara rutin. "Tolong dibersihkan biar maksimal penyerapan sinar mataharinya," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, menyatakan DPR mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT), termasuk tenaga surya, untuk menekan emisi karbon. Apalagi Indonesia sudah menandatangani kesepakatan COP 21 di Paris tahun 2015.
"Kita sudah tanda tangan Paris Agreement untuk mengurangi emisi. Kita harus kurangi energi fosil, dorong EBT. Salah satunya energi dari surya," tutupnya. (Pry)
0 komentar:
Posting Komentar