Kebrutalan Penyerangan KKB Kepada Masyarakat Papua

Kebrutalan Penyerangan KKB Kepada Masyarakat Papua

Serangkaian penembakan yang terjadi di Bumi Cenderawasih yang kerap membuat resah masyarakat dirasakan sekali di wilayah pegunungan. kelompok tersebut sengaja melakukan aksi untuk mengacaukan situasi keamanan di Papua. 

Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) Papua memanfaatkan momen tertentu untuk mengganggu dan menunjukkan eksistensi mereka. Seperti kejadian yang baru saja terjadi, dua prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) yang akan memberikan bantuan bahan makanan kepada anak-anak usia sekolah di Kampung Tingginambut ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Minggu (19/8/2018) yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari Pos.

Kejadian terakhir yang baru-baru saja terjadi ini dilakukan pada hari Minggu yang merupakan hari besar bagi umat Kristiani melaksanakan ibadah. Ini menunjukan bahwa aksi-aksi brutal kelompok KKB tidak mengenal waktu dan tempat. 

Penembakan sebelumnya terjadi dengan korban masyarakat sipil yang tidak bersenjata, tiga warga sipil dilaporkan tewas dan dua lagi mengalami luka tembak pada tanggal 25 Juni 2018, menyusul penembakan pesawat yang membawa personel kepolisian ke Kabupaten Nduga, di pedalaman propinsi tersebut dalam rangka pengamanan Pilkada setempat.

KKB juga menembak dan menganiaya warga sipil bahkan seorang anak yang dianiaya dan diserang secara membabi buta tanpa pandang bulu yakni Arjuna terpaksa kehilangan orang tuanya yang ditembak KKB pada 25 Juni 2018 di Kenyam.

Selanjutnya pada Kamis 2 Agustus 2018 , dua anggota Polres Puncak Jaya menjadi korban penembakan oleh anggota Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua saat keduanya menggunakan sepeda motor sedang menuju Mapolres Puncak Jaya di Mulia.

Beberapa waktu sebelumnya juga terjadi penembakan yang menewaskan Ipda Jesayas Nusi dan Brigadir Sinton Kabarek saat bertugas melakukan pengamanan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Seorang Kepala Distrik juga tewas dalam insiden penembakan di Distrik Torere, Kabupaten Puncak Jaya, pada Rabu 27 Juni 2018, setelah proses pemungutan suara. 

Insiden penembakan bermula ketika kepala Distrik Torere bersama sembilan anggota kepolisian yang dipimpin Ipda Jesayas Nusi membawa kotak berisi surat suara Pilkada dengan menggunakan perahu motor. Namun di tengah perjalanan, rombongan mereka dihadang dan ditembaki oleh gerombolan orang bersenjata.

Akibat penembakan itu, tiga orang tewas di tempat dan tujuh anggota kepolisian lainnya selamat setelah sebelumnya tiga orang diantaranya dilaporkan hilang. Sepanjang Januari sampai dengan Agustus 2018 ini saja tercatat 18 kali penembakan yang dilakukan oleh KKB di sejumlah wilayah dengan korban enam orang warga sipil meninggal dunia, Sembilan orang luka tembak, anggota TNI tiga orang gugur, sembilan rang luka tembak, anggota Polri lima orang gugur dan dua orang luka tembak.

Aparat Keamanan TNI-Polri selalu meningkatkan kewaspadaan guna menutup ruang gerak KKB, kesulitan terjadi dikala KKB membaur bersama masyrakat serta masih adanya masyarakat berada dalam intimidasi kelompok ini. 

Berbagai Isu Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua hanya menyisir aparat keamanan dari TNI maupun Polri yang dianggap represif terhadap warga Papua jika jatuh korban jiwa, tetapi tindakan kekejaman yang dilakukan oleh KKB dengan meneror warga sipil Papua maupun menyerang aparat keamanan di papua tidak pernah menjadi agenda yang perlu dijadikan rekomendasi atas pelangaran HAM di Papua.

Seperti dilansir dari laporan Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia Amnesty International Indonesia mencatat aparat keamanan telah melakukan pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) terhadap 95 orang di provinsi Papua dan Papua Barat, dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun. Menurut mereka, hampir semua pelaku belum pernah diadili lewat sebuah mekanisme hukum yang independen. 

Laporan dari Amnesty Internasional Indonesia ini sangatlah tidak Fair dan cenderung tendensius terhadap permasalahan di Papua yang dianggap hanya mengedepankan langkah represif dari pemerintah Indonesia melalui kekuatan militer. Lalu Pertanyaan besar yang belum terjawab adalah, “ Dimana Independensi lembaga-lembaga pemantau HAM atas korban yang berjatuhan dari pihak aparat keamanan Indonesia akibat dari penyerangan-penyerangan bersenjata yang dilakukan oleh KKB Papua tersebut. 

Pernahkan lembaga-lembaga pemantau HAM tersebut juga dapat berlaku adil terhadap para pelaku pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kelompok KKB tersebut dengan menyerang aparat TNI-Polri yang nyata-nyata hanya sebatas menjaga keamanan wilayah Papua.  

Jika kita menilik hasil laporan dari Lembaga Pemantau HAM dalam hal ini Amnesty Internasional Indonesia, berbagai peristiwa yang terjadi di Nduga dan beberapa wilayah lainnya di Papua seperti berbagai aksi penembakan pegawai Freeport yang dilakukan oleh KKB Papua dan penyerangan terhadap personel TNI-Polri yang sedang bertugas pengamanan, tidak menjadikan catatan untuk mengusut pelaku-pelaku penyerangan tersebut untuk direkomendasikan sebagai kejahatan terorganisir yang jelas-jelas merupakan tindakan makar untuk mengacaukan situasi keamanan di Papua. 

Kejadian terakhir yang baru-baru saja terjadi adalah penyerangan terhadap dua orang angggota TNI dari Kopassus yang sedang mengawal pendistribusian makanan kepada anak-anak di Tinginabut pada hari Minggu lalu, yang mana pada hari Minggu merupakan hari besar bagi umat Kristiani melaksanakan ibadah. Ini menunjukan bahwa aksi-aksi brutal kelompok KKB tidak mengenal waktu dan tempat

Tanah Papua butuh rasa aman untuk menjamin kelancaran pembangunan. Semua elemen masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di Papua harus selalu bersatu padu membantu proses pembangunan di Papua. Abaikan kepentingan perorangan maupun kelompok, jangan ada lagi yang ingin mengacaukan situasi keamanan di Papua yang hanya mengakibatkan kerugian dan kesengsaraan bagi masyarakat Papua itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

 

SEL SURYA

SEL SURYA