Pemilik Hotel Kuta Paradiso Tidak Benar Telah Lunasi Kewajiban
Jakarta - Kuasa hukum Tomy Winata, Maqdir Ismail menyatakan eksepsi pemilik PT Geria Wijaya Prestige (GWP) atau Hotel Kuta Paradiso Bali, Harijanto Karjadi sebagai terdakwa, dinilai tidak masuk logika hukum dan tidak cermat. Demikian ungkap Maqdir menanggapi eksepsi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa (19/11/2019).
“Kronologis yang disampaikan dalam Nota Keberatan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi karena piutang yang dialihkan oleh BPPN kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) hanyalah tiga piutang dari kreditur yang berada di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yaitu Bank PDFCI, Bank Rama dan Bank Dharmala,” jelas Maqdir, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Maqdir menuturkan, kliennya adalah yang membuat laporan karena telah menjadi korban tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Kliennya selaku kreditur PT GWP - yang menggantikan kedudukan Bank CCBI - memiliki kepentingan karena akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, aset yang dipergunakan sebagai jaminan hutang menjadi hilang atau berkurang. Jadi, laporan yang dibuat oleh klien kami telah memenuhi pengertian Pasal 108 ayat (1) KUHAP jo Pasal 1 angka 24 KUHAP tersebut.
Perihal Akta Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie) menyebutkan BPPN hanya mengambil alih piutang dari 3 kreditur yang berada di bawahnya, yaitu PT Bank Dharmala, PT Bank PDFCI, dan PT Bank Rama, sedangkan di dalam Lampiran 3 (Daftar Harga Pembelian Piutang) disebutkan piutang yang dialihkan oleh BPPN kepada MAS adalah piutang Bank Dharmala, Bank PDFCI dan Bank Rama.
“Surat dari Tim Pemberesan BPPN pada 2004 Perihal: Status Penanganan BPPN Terhadap PT. GWP yang ditujukan kepada PT Bank Danamon Tbk. selaku Agen Sindikasi dengan jelas menyatakan bahwa hak tagih BPPN (eks. Bank Dharmala, Bank Rama dan Bank PDFCI) telah dialihkan kepada MAS. Surat itu ditandatangani oleh Wakil Ketua Pokja Penanganan Masalah Hukum Team Pemberesan BPPN Robertus Bilitea,” jelas Maqdir
“Klaim terdakwa bahwa kesepakatan Bersama tanggal 8 November 2000 merupakan pengalihan seluruh piutang kreditur sindikasi kepada MAS dari BPPN merupakan klaim yang sama sekali tidak mempunyai dasar landasan hukum dan fakta,” papar pengacara senior ini.
Alasan pengalihan ini tidak mempunyai landasan hukum, tambah Maqdir yakni kesepakatan itu hanya kesepakatan agar BPPN melakukan penagihan terhadap PT GWP, bukan melakukan penjualan piutang, dan untuk melakukan penagihan, BPPN harus mendapatkan surat kuasa khusus dari kreditur sindikasi lainnya, yaitu PT. Bank Multicor, PT. Bank Arta Niaga Kencana, Tbk, PT. Bank Finconensia, PT. Bank Indovest, Tbk (Dalam Likuidasi). Surat kuasa itu pada akhirnya tidak pernah dibuat oleh 4 kreditur tersebut.
Perihal gugatan kliennya terhadap PT. GWP terkait dengan wanprestasi tidak ada relevansinya dengan perkara/laporan pidana tentang memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP) dan penggelapan sertifikat tanah yang dipergunakan sebagai jaminan hutang (Pasal 372 KUHP) sehingga perkara pidana tidak berkaitan dengan sengketa kepemilikan.
“Adanya perkara perdata yang diajukan oleh klien kami terhadap PT. GWP tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menghentikan atau menunda proses pidana karena gugatan yang diajukan tidak menyangkut mengenai sengketa kepemilikan. Dalam perkara pidana ini juga tidak menyangkut mengenai sengketa kepemilikan, tetapi mengenai memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik dan penggelapan sertifikat tanah yang dipergunakan sebagai jaminan hutang. Jadi, dalil adanya pre-judicial geschil yang diajukan oleh Terdakwa sama sekali tidak berdasar,” pungkas Maqdir.
0 komentar:
Posting Komentar